Minggu, 04 Januari 2015

TATA BUNYI UJARAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan komunikasi. Oleh karena itu pengajaran Bahasa Indonesia pada hakekatnya mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Banyak kajian teori mengenai bahasa ini. Salah satunya kajian tentang fonologi. Sebagai calon pendidik selayaknya memahami kajian tentang fonologi ini untuk dijadikan pedoman mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia. Penulis merasa perlu untuk menyusun makalah ini agar dapat membantu penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya untuk mengetahui tentang batasan dan kajian fonologi, beberapa pengetian mengenai tata bunyi, kajian fonetik, kajian fonemik, gejala fonologi Bahasa Indonesia.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan kajian fonetik dan fonemik?
2.      Apa yang dimaksud dengan pembentukan vokal, klauser dan konsonan?
3.      Apa yang dimaksud dengan gejala fonologi?

C.     TUJUAN MAKALAH
1.      Dapat mengetahui dan memahami tentang kajian fonetik dan fonemik.
2.      Dapat mengetahui dan memahami tentang pembentukan vokal, konsonan dan klauser.
3.      Dapat mengetahui dan memahami tentang gejala fonologi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      BATASAN DAN KAJIAN FONOLOGI
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.
Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.

B.       BEBERAPA PENGETIAN MENGENAI TATA BUNYI
1.         Fonem
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Fonem dalam bahasa mempunyai beberapa macaam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Contoh fonem /t/ jika berada di awal kata atau suku kata, dilafalkan secara lepas. Pada kata /topi/, fonem /t/ dilafalkan lepas. Namun jika berada di akhir kata, fonem /t/ tidak diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat tertutup saat mengucapkan bunyi, misal pada kata /buat/.
2.      Alofon
Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan diantara dua kurung siku […]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>]. Maka kita dapat berkata bahwa dalam Bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].

C.     KAJIAN FONEMIK
1.      Klasifikasi Bunyi
a.       Klasifikasi bunyi berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran suara.
1)      Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan, pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi.
2)      Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi.
3)      Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.
b.      Klasifikasi bunyi berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
1)      Bunyi nasal yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui ronga mulut dan membuka jalan agar arus udara keluar melalui rongga hidung. Contoh: /m/, /n/, ny (/ń/) , ng (/ŋ/).
2)      Bunyi oral yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.
c.       Klasifikasi bunyi berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi diartikulasikan.
1)      Bunyi keras (fortis) yaitu bunyi bahasa yang pada waktu diartikulasikan desertai ketegangan kuatarus.
2)      Bunyi lunak (lenis) yaitu bunyi yang pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketegangan kuatarus.
d.      Klasifikasi bunyi berdasarkan lama bunyi pada waktu diucapkan atau diartikan.
1)      Bunyi Pendek
2)      Bunyi Panjang
e.       Klasifikasi bunyi berdasarkan derajat kenyaringannya.
Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonasi pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonasi saluran bicara waktu membentuk bunti, maka makin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
f.       Klasifikasi bunyi berdasarkan perwujudannya dalam suku kata.
1)      Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam suku kata (semua bunyi vocal atau monoftong dan konsonan).
2)      Bunyi Rangkap, yaitu dua bunyi atau lebh yang terdapat dalam suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari : Diftong (vocal rangkap) : [ai], [au], dan [oi]. Klaser (gugusan konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].
g.      Klasifikasi bunyi berdasarkan arus udara.
1)      Bunyi agresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi agresif dibedakan menjadi:\
a)      Bunyi agresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru, otot perut dan rongga dada.
b)      Bunyi agresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga dalam keadaan tertutup.
2)      Bunyi Ingresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara merapatkan udara dalam paru-paru.
a)      Ingresif glotalik : pembentukan sma dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus udara.
b)      Ingresif velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah di tempatkan pada langit-langit lunak. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.
2.      Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong dan Klauser
a.       Pembentukan Vokal
Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak bentuk bibir dan stikturnya. Berikut ini jenis-jenis vokal berdasakan cara pembentukan, yakni :
1)      Berdasarkan bentuk bibir : vokal bulat, vokal netral dan vokal tak bulat.
2)      Berdasarkan tinggi rendahnya lidah : vokal tinggi, vokal madya (sedang) dan vokal rendah.
3)      Berdasarkan bagian lidah yang bergerak : vokal depan, vokal tengah dan vokal belakang.
4)      Berdasarkan strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka dan vokal terbuka.
b.      Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada empat factor, yakni daerah sirkulasi, cara sirkulasi, kedaan pita suara dan jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
1)      Berdasarkan daerah artikulasi ; konsonan bilabial, labio dental, apikodental, apikoalveolar, palatal, glottal dan laringal.
2)      Berdasarkan cara artikulasi : konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal, dan semi-vokal.
3)      Berdasarkan keadaan pita suara : konsonan bersuara dan konsonan tak bersuara.
4)      Berdasarkan jalan keluarnya udara : konsonan oral dan konsonan nasal.



c.       Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan pada saat diucapkan berubah kualitasnya. Perubahan vokal dengan diftong adalah terletak pada cara hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:
1)      Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya:
[harimaw] /harimau/
[kerbaw] /kerbau/
2)      Diftong /ai/, pengucapannya [ai]. Contohnya:
[santay] /santai/
[sungai] / sungai/
3)      Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya:
[amboy] /amboi/
[asoy] /asoi/
d.      Pembentukan Kluster
Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama pada satu suku kata.
1)      Gugus konsonan pertama : /p/, /b/, /t/, /k/, /g/, /s/ dan /d/.
2)      Gugus konsonan kedua :  /l/, /r/ dan /w/.
3)      Gugus konsonan ketiga : /s/, /m/, /n/ dan /k/.
4)      Gugus konsonan keduanya adalah konsonan /l/, misalnya:
a)      /pl/ [pleno] /pleno/
b)      /bl/ [blaŋko] /blangko/
c)      Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/.
Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang kedua /t/, /p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya:
a)      /spr/ [sprey] /sprei/
b)      /skr/ [skripsi] / skripsi/
c)      /skl/ [sklerosis] /sklerosis/
3.      Kajian Fonetik dan Fonemik
Makna bunyi hanya ada dalam fonemik (fonologi) dengan demikian berdasarkan ada tidaknya makna bunyi (fon) maka fonologi dibagi atas fonetik dan fonemik. Fonetik mengkaji bunyi (fon) tanpa menghiraukan apakah bunyi itu bermakna atau tidak. Sedang fonemik mengkaji bunyi yang bermakna saja (fonem). Contoh fonem adalah /a/, /b/, /c/, /d/, ... /x/, /y/, /z/. Selain itu ada pula alofon misalnya alofon /k/ adalah /?/ (glotal stop), dan seterusnya. Jadi ada perbedaan antara fonetik dan fonemik. Fonetik menyelediki perbedaan tanpa memperhatikan fungsi/makna bunyi tersebut. Fonemik menyelidiki bunyi bahasa menurut fungsinya/maknanya.
Fonemik mengkaji bunyi bahasa yang membedakan makna yang dipunyai oleh morfem tertentu perbedaan makna kata yang disebabkan oleh fonem yang berbeda itu bisa dijelaskan dengan menggunakan pasangan minimial (minimal paira). Contoh pasangan minimal terdapat pada contoh berikut ini:
/baku/            /paku/                   Fonem /b/ dan /p/ membedakan makna kata
                                                            baku dan paku
/aci/               /aji/                       Makna kata /aci/ berbeda dengan kata /aji/
                                                            karena fonem /c/ dan /j/ berbeda
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagi satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna.
Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi yang ditunjukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fomemisasi itu bertujuan: (1) menentukan sturuktur fonemis sebuah bahasa dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat fungsional atau fonem, biasa dilakukan melalui “ kontras pasangan minimal”. Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sma, kecuali satu bunyi berbeda. Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk mengenali sebuah fonem, yakni (1) bunyi bahasa dipengaruhi lingkungan, (2) bunyi bahsa itu simetris, (3) bunyi bahsa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan kedalam kelas fonem yang berbeda, dan (4) bunyi bahsa yang bersifat komplementer harus dimasukan ke dalam kelas fonem yang sama.
a.       Realisasi Fonem
Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari aatu satuan fonologi, yakni fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan dari relisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa Indonesia dibedakan atas vocal dan konsonan.
b.      Variasi Fonem
Variasi fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari fonem. Wujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi yang komplementer disebut varian alofonis atau aloof.
4.      Gejala Fonologi Bahasa Indonesia
a.       Penambahan Fonem
Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran ucapan.
b.      Penghilangan Fonem
Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.


c.       Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada kata agar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.
5.      Kontraksi
Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian fonem.
6.      Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada (Keraf, 1987:133).
7.      Fonem Suprasegmental
Fonem vokal adan konsonan merupakan fonem segmental dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan cirri suprasegmental seperti takanan, jangka dan nada. Disamping ketiga cirri itu, pada untaian terdengar pula cirri suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
a)      Jangka yaitu panjang pendeknya bunyi yang di ucapkan. Tanda [.].
b)      Tekanan yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan, meninggikan nada dan memperbesar intesitas tenaga dalam pengucapan suku kata tersebut.
c)      Jeda atau sendi yaitu cirri berhentinya pengucapan bunyi.
d)     Intonasi adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan naik turunnya nada dalam pelafalan kalimat.
e)      Ritme adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan pola pemberian tekanan pada kata dalam kalimat.
Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan dan nada akan terasa janggal.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
Fonologi adalah suatu cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon.
Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
     Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu penambahan fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi, analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.

B.     SARAN
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amiinn.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar